Minggu, 04 April 2010

"Tulisan di atas pasir"

Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir: "Hari ini, sahabat terbaikku menampar pipiku."

Mereka terus berjalan sampai akhirnya menemukan sebuah oasis. Mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, tapi dia berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: "Hari ini, sahabat terbaikku menyelamatkan nyawaku."

Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan sekarang menuliskan ini di batu?" Sambil tersenyum temannya menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan itu. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah bisa hilang tertiup angin."

Dalam hidup ini ada kalanya kita dan orang terdekat kita berada dalam situasi yang sulit, yang kadang menyebabkan kita mengatakan atau melakukan hal-hal yang menyakiti satu sama lain. Juga terjadinya beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum kita menyesal di kemudian hari, cobalah untuk saling memaafkan dan melupakan masa lalu.


Sent by my friend, Dolvine Penguine.

Belajarlah menulis di atas pasir...

"Rahasia ilmu sang guru"

Konon di suatu negri di daratan Cina, terdapat sebuah perguruan yg terkenal. Di dalam perguruan ini tinggal seorang guru yg dikenal sakti dan berilmu tinggi, juga tinggal beberapa murid yg berlatih ilmu bela diri & ketahanan tubuh.
Di antara semua murid, ada seorang murid yg paling disayangi oleh sang guru. Murid ini mempunyai kelebihan khusus dari murid lain, dalam waktu singkat murid ini sudah bisa menguasai berbagai ilmu yg diajarkan sang guru.
Suatu ketika murid yg disayangi sang guru ini datang menemui sang guru, ia berkata, "guru engkau tahu muridmu ini sudah berlatih disini beberapa tahun dan aku juga sudah menguasai dengan baik ilmu yg guru ajarkan, sekarang bolehkah muridmu ini turun gunung?...karena aku sangat ingin melihat dunia luar dan menjumpai keluargaku."
Beberapa saat sang guru memperhatikan muridnya, kemudian ia berkata, "bukankah rumahmu sangat jauh dari sini?...setidaknya engkau harus memasuki hutan yg lebat, menyebrangi sungai & menyusuri lembah... mungkin saja engkau menghadapi orang yg jahat dalam perjalananmu."
Maka sang murid ini menjawab, "Jangan khawatir guru, ilmu yg guru ajarkan, aku kira sudah lebih dari cukup untuk aku berjaga-jaga dari orang yg akan berbuat jahat kepadaku."
"Baiklah jika engkau memang bersikeras dengan niatmu itu, namun demikian sebelum engkau pergi, guru akan mengajarkan ilmu yg terakhir, guru berharap engkau bisa menguasai ilmu ini, setelah itu, barulah guru mengijinkan engkau pergi", kata sang guru.
Dengan bersemangat murid ini menjawab, "baik guru, cepat ajarkanlah ilmu itu kepadaku."
Dengan mengambil sikap berdiri tegap sang murid bersiap menerima bimbingan sang guru. Tetapi sang guru itu berkata kepada muridnya, "ambillah sebuah kertas di meja itu, dan duduklah dekat guru, engkau akan belajar melalui kertas itu."
"Sebuah kertas, guru!", dengan keheranan murid ini menuruti perintah gurunya mengambil kertas itu & duduk di dekat gurunya.
Lalu guru itu berkata, "sekarang bukalah dua ujung jarimu, hanya ibu jari dan jari telunjuk". Setelah itu sang guru mengangkat sebuah kertas berukuran persegi yg tidak terlalu besar, dan memegangnya di antara kedua jari muridnya itu, dan berkata, "lihatlah, guru akan melepas kertas ini dan engkau harus bisa menangkapnya."
"itu sangat mudah, guru", jawab sang murid.
Beberapa saat guru ini tidak melepas kertas itu, muridnya mulai tidak sabar dan berkata kepada sang guru, " cepat guru, bukankah guru akan melepas kertas itu?".
"baik, tunggulah sejenak", jawab sang guru. Beberapa saat kemudian sang guru melepas kertas itu, sang murid tidak menyadari dan ia gagal menangkap kertas itu.
Beberapa kali hal itu dilakukan sang murid tidak bisa menangkap kertas itu. Sampai suatu ketika sang murid bisa menangkap kertas itu. Sang guru menguji dengan cara demikian berulang-ulang dan dalam banyak kali di coba sang murid hanya bisa menangkap kertas itu satu-dua kali saja.
Maka bertanyalah sang guru kepada muridnya, "apakah engkau sudah tahu, mengapa engkau hanya bisa menangkap kertas itu, satu-dua kali saja ketika guru melepasnya?"
Mendengar pertanyaan sang guru, murid itu menjawab, "mungkin aku kurang cepat & tangkas sehingga seringkali kertas itu tidak bisa aku tangkap, hanya satu-dua kali aku bisa melakukannya".
Mendengar perkataan muridnya, sang guru berkata, "kurang tepat jawabmu itu, engkau tidak bisa setiap kali menankap kertas itu, hanya satu-dua kali saja, karena engkau tidak sehati dengan gurumu ini, jika engkau hanya mengandalkan kecepatan dan ketangkasan, mungkin dalam sepuluh kali guru melepas kertas, engkau bisa menangkapnya sembilan kali, tetapi ada satu kali pasti engkau tidak bisa menangkap kertas itu, ilmu yg guru ajarkan ini, guru menyebutnya ilmu sehati"
Beberapa saat kemudian sang guru berkata lagi, "sekarang pegang kertas ini ditangan kananmu dan dengan cara yg sama tangan kirimu pasti bisa menangkap kertas itu ketika tangan kananmu melepas kertas itu, bahkan engkau selalu bisa menangkap kertas itu sekalipun dengan mata tertutup, karena tangan kanan & tangan kirimu ada dalam satu hati".
"Perhatikanlah, tangan kanan & kirimu selalu berdekatan dan ada dalam satu tubuh, engkau akan memahami bahwa dengan kedekatan, engkau akan bisa memahami sikap dan karakter seseorang".
"ingat bahwa engkau kurang sabar ketika guru beberapa saat tidak melepas kertas itu, padahal untuk mengusai ilmu ini selain diperlukan kedekatan/kesehatian juga diperlukan ketenangan serta konsentrasi yang tinggi, dengan ketenangan engkau akan lebih fokus daripada selalu agresif menyerang terlebih dahulu."
Mendengar penjelasan sang guru, murid ini mengangguk-angguk seraya mencermati penjelasan gurunya.
Demikian setelah peristiwa itu, sang murid masih tinggal di perguruan tersebut selama beberapa tahun lamanya, namun demikian selama beberapa tahun itu sang murid menjalin hubungan lebih dekat dengan gurunya, dan karakternya berubah lebih tenang dan ia nampak lebih bijaksana.
-----------------
Saudaraku, pelajaran penting bisa kita petik dari cerita di atas, bahwa hubungan kita dengan Allahpun demikian, yaitu memerlukan kedekatan/kekariban sehingga kita bisa mengetahui kehendak/isi hati Allah. Jika kita tinggal di dalam Allah & Roh Allah itu tinggal dalam tubuh kita sebagai baitNya 'yg kudus' seharusnya kita tahu isi hati Allah, karena kita sangat dekat dengan Allah. Seperti ada firman yg mengatakan,
'sebab roh itu menyelidiki segala sesuatu, bahkan segala sesuatu yg tersembunyi dalam diri Allah."
Kedekatan dengan Allah juga bisa dibangun dengan sering berkomunikasi dengan baik, tetapi jika jiwa kita (pikiran, perasaan & kehendak) tidak tenang, kita akan sulit berkomunikasi dengan baik. Ingatlah firman ini,
"dengan bertobat dan tinggal diam, kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu" (Yesaya 30: 15).

Tuhan Yesus memberkati.

Written by  ~A, 2010.