Ada seorang raja di Afrika yang mempunyai seorang penasehat. Mereka bersahabat sejak kecil dan tumbuh bersama-sama. Penasehat raja ini mempunyai kebiasaan untuk melihat semua situasi yang terjadi dalam hidupnya dengan berkata, "Ini baik."
Suatu hari raja dan penasehatnya ini pergi berburu. Penasehat raja menaruh peluru dan menyiapkan senjata untuk raja. Penasehat itu melakukan kesalahan dalam mempersiapkan salah satu senjatanya sehingga ketika raja mau menembakkan peluru itu, ibu jarinya nya terkena dan terbakar.
Melihat situasi tersebut penasehat raja itu berkata, "Ini baik." Raja langsung berkata, "Tidak, ini tidak baik," Raja marah dan memasukkan penasehatnya itu kedalam penjara.
Satu tahun kemudian, raja berburu di tempat yang berbahaya. Dan Para kanibal menangkapnya dan membawanya ke desanya. mereka mengikat dia dan menaruh kayu disekelilingnya.
Ketika mereka mendekat untuk menyulut kayu dengan api, mereka melihat bahwa raja itu hanya punya satu ibu jari.
Karena orang-orang itu percaya tahayul dan tidak pernah makan orang yang tidak sempurna, maka mereka melepaskan raja itu dan menyuruhnya pergi begitu saja. Ketika raja sampai di istananya, ia teringat akan kejadian yang merenggut ibu jarinya Ia sangat menyesal akan apa yang Ia lakukan terhadap penasehatnya itu. Ia cepat-cepat pergi ke penjara untuk menemuinya. Raja berkata "Kamu benar, adalah baik ketika ibu jariku terbakar." Kemudian Ia menceritakan kepada penasehatnyanya apa yang telah terjadi, lalu Ia berkata "Aku sungguh-sungguh menyesal karena memenjarakan engkau di penjara ini begitu lama, hal yang ku lakukan ini adalah hal yang buruk.
Penasehat raja ini menjawab, "Tidak, ini adalah hal yang baik, Raja berkata
Apa maksudmu bahwa ini adalah hal yang baik? Bagaimana bisa baik kalau aku memenjarakan engkau, begitu lama?" penasehatnya berkata, "lihat seandainya engkau tidak memasukkan aku dalam penjara waktu itu, aku akan pergi bersama engkau dan aku akan dimakan kanibal itu."
Sent by my friend Iffon lestari (Generasi Minyak Anggur).
Jumat, 23 April 2010
Meja kayu kecil
Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya.
Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun.
Tangan orang tua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu.
Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.
Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, orangtua
yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar
dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok
dan garpu kerap jatuh Ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja
susu itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi
gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita harus lakukan
sesuatu," ujar sang suami. "Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk
pak tua ini."
Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut
ruangan. Di sana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat
semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya
juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.
Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar
isak sedih dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari
gurat keriput si kakek. Meski tak ada gugatan darinya. Tiap kali nasi
yang dia suap, selalu ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya.
Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak
menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi
semua dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan
anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah
anak itu. "Kamu sedang membuat apa?". Anaknya menjawab, "Aku sedang
membuat meja kayu buat ayah dan ibu, supaya ayah dan ibu bisa makan di sana ketika aku besar nanti.
Dan akan aku letakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan."
Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya. Jawaban itu membuat
kedua orang tuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu
berkata-kata lagi. Lalu, airmatapun mulai bergulir dari kedua pipi
mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orang tua ini
mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Setelah peristiwa itu mereka makan bersama di
meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada
piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini,
mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi
meraut untuk membuat meja kayu.
Sahabat, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan.
Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap "bangunan jiwa" yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak. Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk merekalah kita akan selalu belajar,bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.
Jika anak hidup dalam kritik, ia belajar mengutuk.
Jika anak hidup dalam kekerasan, ia belajar berkelahi.
Jika anak hidup dalam pembodohan, ia belajar jadi pemalu.
Jika anak hidup dalam rasa dipermalukan, ia belajar terus merasa bersalah.
Jika anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar.
Jika anak hidup dalam dorongan, ia belajar menjadi percaya diri.
Jika anak hidup dalam penghargaan, ia belajar mengapresiasi.
Jika anak hidup dalam rasa adil, ia belajar keadilan.
Jika anak hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin.
Jika anak hidup dalam persetujuan, ia belajar menghargai diri sendiri.
Jika anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia.
Betapa terlihat di sini peran orang tua sangat penting karena mereka diistilahkan oleh Khalil Gibran sebagai busur kokoh yang dapat melesatkan anak-anak dalam menapaki jalan masa depannya. Tentu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini dan tentu kita selalu berharap generasi yang akan datang harus lebih baik dari kita...
Posted By cl4y_m4n(AP_Forum)
Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun.
Tangan orang tua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu.
Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.
Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, orangtua
yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar
dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok
dan garpu kerap jatuh Ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja
susu itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi
gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita harus lakukan
sesuatu," ujar sang suami. "Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk
pak tua ini."
Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut
ruangan. Di sana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat
semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya
juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.
Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar
isak sedih dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari
gurat keriput si kakek. Meski tak ada gugatan darinya. Tiap kali nasi
yang dia suap, selalu ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya.
Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak
menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi
semua dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan
anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah
anak itu. "Kamu sedang membuat apa?". Anaknya menjawab, "Aku sedang
membuat meja kayu buat ayah dan ibu, supaya ayah dan ibu bisa makan di sana ketika aku besar nanti.
Dan akan aku letakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan."
Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya. Jawaban itu membuat
kedua orang tuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu
berkata-kata lagi. Lalu, airmatapun mulai bergulir dari kedua pipi
mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orang tua ini
mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Setelah peristiwa itu mereka makan bersama di
meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada
piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini,
mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi
meraut untuk membuat meja kayu.
Sahabat, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan.
Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap "bangunan jiwa" yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak. Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk merekalah kita akan selalu belajar,bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.
Jika anak hidup dalam kritik, ia belajar mengutuk.
Jika anak hidup dalam kekerasan, ia belajar berkelahi.
Jika anak hidup dalam pembodohan, ia belajar jadi pemalu.
Jika anak hidup dalam rasa dipermalukan, ia belajar terus merasa bersalah.
Jika anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar.
Jika anak hidup dalam dorongan, ia belajar menjadi percaya diri.
Jika anak hidup dalam penghargaan, ia belajar mengapresiasi.
Jika anak hidup dalam rasa adil, ia belajar keadilan.
Jika anak hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin.
Jika anak hidup dalam persetujuan, ia belajar menghargai diri sendiri.
Jika anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia.
Betapa terlihat di sini peran orang tua sangat penting karena mereka diistilahkan oleh Khalil Gibran sebagai busur kokoh yang dapat melesatkan anak-anak dalam menapaki jalan masa depannya. Tentu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini dan tentu kita selalu berharap generasi yang akan datang harus lebih baik dari kita...
Posted By cl4y_m4n(AP_Forum)
Langganan:
Postingan (Atom)