Kamis, 06 Agustus 2009

Esensi Kebaikan


Esensi kebaikan adalah arti yang paling dasar dari suatu kebaikan. Melakukan sesuatu yang baik tetapi kehilangan esensi kebaikan, perbuatan itu menjadi sia-sia.
Orang yang kehilangan esensi kebaikan, ia akan berbuat baik tetapi ia menjadi congkak dan bangga akan dirinya sendiri, ia akan lupa segala sesuatu yang baik yang bisa ia kerjakan berasal dari Tuhan, ia tidak rendah hati tetapi meninggikan dirinya karena merasa mampu melakukan kebaikan dan pada akhirnya ia akan merendahkan orang lain dari sikap, perkataan dan pandangannya.
Orang yang kehilangan esensi kebaikan biasanya mengerjakan kebaikan karena motivasi tertentu supaya ia bisa mendapatkan sesuatu dari apa yang sudah ia kerjakan.

Ø Menjaga esensi kebaikan
Salah satu cara menjaga esensi kebaikan adalah merendahkan hati dan mengendalikan diri.

Yohanes pembaptis mengatakan “ Biarlah Engkau semakin besar dan aku semakin kecil”, ini adalah ekspresi dari kerendahan hati Yohanes pembaptis.

Rasul Paulus mengatakan “Sesungguhnya harta kekayaan ini aku simpan dalam bejana tanah liat, supaya nyata bahwa segala sesuatunya berasal dari Allah”, adalah ekspresi rendah hati.

Seorang rasul harta kekayaannya adalah pelayanannya, ia juga menyatakan itu berasal dari Allah bukan karena kemampuannya. Kekayaannya adalah pelayanannya yang ia simpan dalam bejana tanah liat, yaitu tubuhnya sendiri yang digambarkan mudah pecah jika tanpa ditopang kekuatan dari Allah.

Perkataannya yang lain, “Aku melatih diriku sedemikian rupa, supaya jangan setelah aku melakukan semuanya itu aku sendiri ditolak”, adalah gambaran bahwa rasul Paulus mengerti esensi kebaikan dan menjaganya.



Seorang muda yang kaya berkata kepada Yesus “Guru yang baik…”, tetapi sebenarnya ia sendiri hendak menyatakan bahwa dirinya adalah baik karena perbuatan yang sudah ia kerjakan, karena itu Yesus berkata, “Mengapa engkau mengatakan sesuatu yang baik kepadaku? Hanya Allah saja yang baik”.

Orang muda yang kaya ini mengajukan pertanyaan, “Perbuatan baik apa yang harus aku lakukan supaya mendapat hidup kekal?”, melalui pertanyaan ini sebenarnya ia merasa bangga karena perbuatan-perbuatan baik yang sudah ia kerjakan. Ia tidak menyadari bahwa sesuatu yang baik yang bisa ia kerjakan berasal dari Allah dan Allah saja yang baik dan layak mendapat pujian.

Mengenai pertanyaan orang muda yang kaya ini, Yesus tidak memberikan jawaban langsung kepadanya (bagaimana mendapatkan hidup yang kekal?), karena Yesus sudah mengetahui hati dan pikiran orang muda yang kaya ini, karena ia bangga dengan perbuatannya yang baik dan kekayaannya. Baru setelah itu Yesus berkata, “Jika engkau hendak sempurna , juallah seluruh hartamu berikan kepada mereka yang miskin dan ikutlah aku”, orang kaya ini tidak sanggup mengerjakannya, karena banyak hartanya, pernyataan Yesus ini merujuk pada kelemahan dari orang muda yang kaya ini, sebenarnya ia bisa berbuat baik karena ia memiliki banyak harta. Dengan hartanya seakan ia bisa melakukan segala sesuatu tetapi Yesus mematahkan pandangan si kaya ini.

Ketika kita bangga dengan perbuatan baik yang sudah kita kerjakan, kita akan kehilangan esensi kebaikan. Adalah lebih baik jika kita tidak mengingat lagi kebaikan yang sudah kita kerjakan, tetapi terus melakukan kebaikan itu. Janganlah mencanangkan perbuatan baik yang sudah kita kerjakan.

Ingat manusia tidak jatuh karena dosa saja tetapi perbuatan yang baikpun bisa membuat manusia jatuh dalam kesombongan.

Melakukan kebaikan itu penting, bahkan Tuhan Yesus sendiri berkata, “Bukan orang yang menyebut NamaKu Tuhan, Tuhan masuk dalam kerajaan BapaKu, tetapi mereka yang menuruti dan melakukan perintah-perintahKu”.

Tetapi FirmanNya selanjutnya mengatakan bahwa pada waktu itu banyak orang akan berkata bahwa mereka bernubuat demi namaNya, mereka melakukan mujizat demi namaNya, bahkan menumpangkan tangan bagi mereka yang sakit, tetapi Yesus berkata, “Enyahlah kamu semua pembuat kejahatan” (Kitab Matius).

Jadi sekalipun kita sudah berbuat baik tetapi kita jatuh dalam kesombongan dan bangga pada diri sendiri atau melakukan kebaikan dengan motivasi tertentu tanpa ketulusan, kita kehilangan esensi kebaikan dan kita akan ditolak. Seharusnya kita bangga kepada Allah dan memuliakan Allah yang sudah mengaruniakan kasih karuniaNya sehingga kita bisa meneladani Dia, karena RohNya yang ditaruh dalam kita yang menopang kita mengerjakan rencana-rencanaNya yang baik dalam hidup kita.

FirmanNya mengatakan, “Belajarlah dari padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati…”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar